Pages

Monday 23 April 2012

Ilmu Fiqih

>> Pengertian Fiqih Menurut Bahasa
Fiqih menurut bahasa berarti paham, seperti dalam firman Allah :
“Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami
pembicaraan sedikitpun?” (QS.An Nisa :78)
dan sabda Rasulullah :
“Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang, merupakan tanda
akan kepahamannya” (Muslim no.1437, Ahmad no.17598, Daarimi no.1511)

Pengertian Fiqih Menurut Istilah
1. Pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan
perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama), yang
diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al Qur’an dan As
sunnah serta yang bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad.
2. Hukum-hukum syari’at itu sendiri
Jadi perbedaan antara kedua definisi tersebut bahwa yang pertama di gunakan untuk mengetahui hukum-hukum (Seperti seseorang ingin mengetahui apakah suatu perbuatan
itu wajib atau sunnah, haram atau makruh, ataukah mubah, ditinjau dari dalil-dalil yang
ada), sedangkan yang kedua adalah untuk hukum-hukum syari’at itu sendiri (Yaitu
hukum apa saja yang terkandung dalam shalat, zakat, puasa, haji, dan lainnya berupa
syarat-syarat, rukun –rukun, kewajiban-kewajiban, atau sunnah-sunnahnya).

Hubungan Ilmu Fiqih Dengan Ilmu Aqidah
Diantara keistimewaan fiqih Islam –yang kita katakan sebagai hukum-hukum syari’at
yang mengatur perbuatan dan perkataan mukallaf – memiliki keterikatan yang kuat
dengan keimanan terhadap Allah dan rukun-rukun aqidah Islam yang lain. Terutama
Aqidah yang berkaitan dengan iman dengan hari akhir.
Yang demikian Itu dikarenakan keimanan kepada Allah-lah yang dapat menjadikan
seorang muslim berpegang teguh dengan hukum-hukum agama, dan terkendali untuk
menerapkannya sebagai bentuk ketaatan dan kerelaan. Sedangkan orang yang tidak
beriman kepada Allah tidak merasa terikat dengan shalat maupun puasa dan tidak
memperhatikan apakah perbuatannya termasuk yang halal atau haram. Maka berpegang
guh dengan hukum-hukum syari’at tidak lain merupakan bagian dari keimanan terhadap
Dzat yang menurunkan dan mensyari’atkannya terhadap para hambaNya.
Contohnya:
a. Allah memerintahkan bersuci dan menjadikannya sebagai salah satu keharusan dalam
keiman kepada Allah sebagaimana firman-Nya :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (QS.Al maidah:6)
. Juga seperti shalat dan zakat yang Allah kaitkan dengan keimanan terhadap hari akhir,
sebagaimana firman-Nya :
“(yaitu) orang-orang yang mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat dan mereka
yakin akan adanya negeri akhirat.” (QS. An naml:3)
Demikian pula taqwa, pergaulan baik, menjauhi kemungkaran dan contoh lainnya, yang
tidak memungkinkan untuk disebutkan satu persatu. (lihat fiqhul manhaj hal.9-12)

0 comments:

Post a Comment